Legenda Baturraden

Diceritakan kembali oleh : Yustrini



Legenda Baturaden
Foto: koleksi pribadi

Pada jaman dahulu kala di sebuah kadipaten Kutaliman, Banyumas hiduplah seorang pemuda miskin bernama Suta. Ia mengabdikan diri pada Adipati Kutaliman. Sehari-hari ia bekerja merawat kuda-kuda milik Sang Adipati dan membersihkan kandangnya. Ia merupakan pemuda yang baik hati, rajin dan cekatan. Maka Sang Adipati pun sangat suka kepadanya.

Suatu hari Suta sedang berjalan-jalan di sekitar daerah Kutaliman jauh dari tempatnya bekerja ia mengagumi tempat itu karena sangat indah. Namun ia terkejut mendengar suara gadis berteriak ketakutan.

"Tolong...! Tolong...!"

Suta bergegas mencari sumber suara itu. Ternyata seorang gadis cantik sedang berhadapan dengan seekor ular yang sangat besar. Suta tidak langsung menolongnya karena ia sangat takut dengan ular. Ia memutuskan untuk lari dari tempat itu dan meminta bantuan.

Sesampainya di desa ia tak menemukan seorang pun di sana rupanya semua warga sedang menghadiri pesta pernikahan di desa sebelah. Suta hendak pergi menyusul warga ke sana.

"Ah, bagaimana dengan nasib gadis tadi? Bisa-bisa ia dimakan ular itu kalau aku tidak cepat-cepat menolongnya," ujarnya.

Ia menoleh kesana-kemari.

"Itu ada tongkat bambu barangkali saja bisa untuk membunuh ular besar itu," diambilnya tongkat itu dan berlari ke tempat sang gadis yang sedang dalam bahaya.

Setelah sampai Suta melihat ular itu mulai melilit tubuh sang gadis.

"Gawat, kini apa yang harus kulakukan?"

Ia ingat tongkat yang di tangannya. Ia berusaha memukul ular tersebut tapi rupanya ular itu sangat kuat. Butuh waktu lama akhirnya Suta bisa membunuh ular itu.

Tiba-tiba seorang pegawai wanita Adipati Kutaliman datang, "astaga apa yang terjadi dengan Raden?"
Suta pun terkejut mengetahui bahwa gadis yang ditolongnya adalah puteri majikannya.

"Untung aku menolongnya. Kalau tidak tentu Kanjeng Adipati akan bersedih kehilangan puterinya," ujarnya dalam hati.

Beberapa abdi dalem datang membawa puteri Adipati yang masih pingsan itu pulang.
Keesokan harinya sang putri telah pulih dari sakitnya.

"Bibi, siapakah kemarin pemuda yang telah menolongku dari ancaman ular?" tanya sang putri pada salah seorang abdinya.

"Oh, pemuda pemberani itu adalah salah seorang pegawai kanjeng Adipati yang merawat kuda-kuda milik kanjeng Adipati." jawab sang abdi.

Putri mengangguk-angguk senang. Ia turun dari tempat pembaringannya dan berjalan-jalan.

Sesampai di kendang kuda ia melihat pemuda yang kemarin menolongnya. Ia berjalan menghampirinya.

Suta terkejut melihat sang putri datang menemuinya. Ia memberi salam hormat pada putri majikannya.

"Ada apa gerangan hingga Raden datang ke kandang kuda?" tanya Suta.

"Tidak ada aku cuma mau mengucapkan terima kasih padamu Suta, apa jadinya kalau tidak ada kau di sana." ucap sang putri.

"Bolehkah jika hamba bertanya sekali lagi pada Raden?" tanya Suta dengan sopan.

Sang putri mengangguk," tentu."
"Kenapa Raden bisa ada di dalam hutan sendirian?" tanya Suta.

"Stt, jangan keras-keras. Aku sangat bosan dengan keadaan di sini jadi aku berjalan-jalan sendirian tanpa ada yang tahu," bisik sang putri.

"Bagaimana kau juga bisa ada di dalam hutan? Kudengar jam kerjamu sangat ketat? Apa kau juga pergi diam-diam?" sang putri balik bertanya.

"Tidak. Tentu saja hamba keluar seijin atasan setelah semua tugas selesai dikerjakan," sahut Suta.

Sang putri merasa lelah. Ia pun kembali ke kamarnya.
Besok paginya sang putri ingin berjalan-jalan ke daerah lain dari bagian Kadipaten Kutaliman. Tetapi ayahnya tidak mengijinkan kecuali jika para pengawal mengikutinya.

"Ayah, aku cuma seorang putri Adipati bukan putri raja. Kurasa menyuruh para pegawai untuk mengawalku sangatlah berlebihan," tolak sang putri.

Pada waktu itu secara tak sengaja Suta datang membawakan kuda untuk Adipati naiki karena sang Adipati juga akan berpergian ke luar daerah.

Putri tersenyum, "bagaimana kalau Suta saja yang pergi bersamaku? Keberaniannya sudah teruji waktu ia melawan seekor ular dalam hutan."

Sang Adipati pun setuju dengan usulan putrinya.
Pergilah keduanya ditemani seekor kuda dan seorang abdi dalem wanita berjalan-jalan di daerah sekitar Kutaliman. Sejak itu keduanya menjadi teman akrab bahkan sering keluar untuk berkuda bersama mengelilingi daerah kadipaten Kutaliman yang sangat luas.

Karena kebersamaan mereka terus terjalin hari demi hari, akhirnya keduanya saling jatuh cinta. Suta menimbang-nimbang keinginannya untuk melamar sang putri.

"Mungkinkah ayah Raden menerimaku sebagai menantunya?" tanya Suta dalam hati.

Namun sebelum niat itu diutarakan pada Adipati Kutaliman, salah seorang putra Adipati yang tak lain kakak kandung sang putri melihat keakraban di antara keduanya tidaklah biasa.

"Sepertinya Suta sudah melewati batasannya sebagai bawahan, aku tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi. Apa nanti pendapat warga kadipaten bila mengetahui seorang putri Adipati memiliki hubungan dengan seorang abdi?" Ujarnya.
Kakaknya itu langsung menemui ayahnya dan menceritakan semua yang dilihatnya.

"Bukankah tidak pantas jika seorang pengurus kuda sampai begitu akrab dengan putri ayah?" begitu kata sang kakak.

Adipati Kutaliman merasa sangat marah mengetahui hal ini. Ia memanggil salah satu pegawai kepercayaannya dan menyuruh agar Suta ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
Suta yang tidak tahu akan kesalahannya merasa bingung dan bertanya-tanya kenapa ia sampai dihukum begitu berat.

"Penjara bawah tanah adalah hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan paling berat. Memang apa salahku?" tanya Suta pada pegawai yang membawanya ke penjara.

Tapi pegawai itu berkata tidak tahu.
Suta pun menjalani hukuman dengan tabah.
Di rumah Adipati Kutaliman, sang putri kebingungan mencari Suta. Ia pun datang bertanya pada ayahnya.

"Ayah, di manakah Suta? Kenapa sudah berhari-hari ini ia tidak datang untuk mengantarku berjalan-jalan?"

"Anakku, Suta telah pamit pada ayah untuk mencari pekerjaan lain di daerah ibukota. Tidakkah ia bilang kepadamu?" jawab Adipati berbohong.

"Tidak, ayah. Ia tidak mengatakan apa-apa padaku," sahut sang putri.

"Biar mulai hari ini kakakmu yang menemani jalan-jalan," hibur Adipati.

Sang putri mengangguk setuju. Ia pun pergi bersama kakaknya. Sepanjang perjalanan yang diceritakan hanya soal Suta, Suta dan Suta. Sampai kakaknya merasa bosan.

"Sudahlah, adikku. Jangan bicarakan soal Suta lagi, kau ini seorang putri Adipati yang sangat terpandang tidak pantas jika menyukai seorang kacung seperti Suta!" ujar kakaknya.

"Lagipula mungkin sekarang ia sudah mati di penjara bawah tanah yang mengerikan," lanjutnya.

Sang putri tersentak mendengarnya. Ia sangat sedih mendengar kakaknya berbicara seperti itu.

"Apa bedanya aku dengan Suta coba? Ia adalah pemuda yang tampan, baik dan suka menolong," ujar putri saat sudah kembali ke kamar.

Ia meminta salah seorang abdi kepercayaannya menengok keadaan Suta di penjara bawah tanah. Abdi itu pun berusaha menyusup ke penjara bawah tanah. Di sana keadaan Suta sungguh memprihatinkan karena jarang diberi asupan makanan. Dan juga keadaan penjara yang pengap dan kotor namun abdi kepercayaan putri tak bisa berbuat apa-apa karena penjagaan yang amat ketat.
Malam harinya, sang putri kembali menyuruh abdi kepercayaannya itu mencuri kunci penjara dan membebaskan Suta. Alangkah malangnya nasib Suta ketika dibebaskan oleh sang abdi. Suhu badannya panas sekali dan mengalami dehidrasi. Segera abdi itu menggendong Suta keluar dari penjara.

Di luar, Suta segera diberi makan, minum serta pakaiam yang telah disiapkan oleh abdi.

"Terima kasih sekali, kang. Jasamu tak akan pernah kulupakan," kata Suta setelah merasa lebih baik.

"Pergilah dari sini, Suta. Nanti di sudut perbatasan Raden menunggumu bersama seekor kuda," ujar abdi.

Suta pun pergi dengan menyamar seperti rakyat jelata. Ia terus berjalan melewati daerah Kadipaten sampai ke wilayah perbatasan Kutaliman.

"Suta...!" panggil seorang gadis.
Suta sepintas tak mengenali gadis itu karena pakaiannya sama dengan rakyat biasa. Setelah memandang wajah gadis itu tahulah Suta bahwa ia adalah putri Adipati yang sangat dicintai.

"Mari kita pergi dari sini, Suta." ajak sang putri.

Keesokan harinya, kediaman Adipati Kutaliman gempar mengetahui salah seorang putrinya hilang bersamaan dengan lenyapnya Suta dari penjara bawah tanah.

Segera semua pegawai Adipati Kutaliman mengejar kepergian mereka.

Suta sadar bahwa ada yang mencari mereka, segera mengajak putri menyeberangi sungai dan mendaki ke arah bukit. Berjalanlah mereka ke arah lereng gunung Slamet. Dan sampailah mereka di sebuah telaga pada malam hari. Mereka begitu lelah sehingga tertidur di telaga itu. Karena begitu sunyi mereka menamai telaga itu dengan nama Telaga Sunyi.

Tiba-tiba Suta kembali menggigil kedinginan, demamnya kambuh lagi. Mereka pun berjalan menyusuri hutan sampai tibalah mereka di sebuah sumber air panas. Suta pun duduk dekat sumber air itu sampai demamnya hilang.

Sang putri dan Suta hidup bahagia di lereng gunung Slamet dan di karuniai sepuluh putra-putri yang tampan dan cantik. Sampai di suatu hari Adipati Kutaliman menemukan keberadaan mereka. Ia sangat marah dan mengutuk mereka menjadi gundukan tanah. Sepuluh anak-anak juga berubah menjadi pancuran.

Hingga kini pancuran itu disebut Pancuran Pitu dan pancuran Telu. Karena kisah cinta antara seorang Batur yang artinya pembantu dengan seorang anak majikan yang dipanggil Raden maka masyarakat menyebut tempat itu dengan nama Baturraden.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Legenda Pariwisata Jawa Tengah 2017 yang diselenggarakan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.


0 Komentar